Katalis adalah suatu zat yang dapat meningkatkan kecepatan
reaksi, tetapi katalis dilepaskan kembali setelah reaksi selesai. Katalis
merupakan suatu komponen penting dalam menjalankan reaksi yang bersifat lambat
dan reversibel seperti reaksi esterifikasi dan transesterifikasi. Menurut teori
tumbukan, dengan adanya katalis yang terlibat dalam tumbukan antar molekul
reaktan, suatu reaksi dapat berlangsung dengan energi yang lebih rendah. Dengan
kata lain, katalis akan menurunkan energi aktivasi dari suatu reaksi.
Akibatnya, dengan menambahkan katalis tumbukan-tumbukan yang terjadi akan
memiliki cukup energi untuk menghasilkan reaksi.
Pada umumnya reaksi transesterifikasi dan esterifikasi
merupakan reaksi lambat. Tanpa adanya katalis, proses pembuatan biodiesel
dengan reaksi transesterifikasi hanya dapat menghasilkan konversi sebesar 85%
setelah 10 jam reaksi pada suhu 235oC dengan tekanan 62 bar
(Diasakou dkk.,
2001). Katalis yang banyak digunakan
dalam reaksi transesterifikasi adalah katalis basa homogen seperti NaOH atau KOH (Darnoko
dkk., 2000; Meher dkk., 2006). Teknologi ini banyak diaplikasikan untuk
produksi biodiesel secara komersial karena relatif mudah, reaksi dapat
berlangsung pada suhu dan tekanan rendah,
dapat dicapai konversi
yang tinggi dengan
waktu reaksi yang
lebih pendek, dan tidak diperlukan material konstruksi khusus (Lin dkk.,
2011).
Kelemahan pada reaksi transesterifikasi berkatalis basa
yaitu tidak dapat diterapkan untuk bahan baku minyak yang memiliki kandungan FFA
di atas 2%. Keberadaan FFA yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya reaksi samping berupa reaksi penyabunan yang akan
mengkonsumsi katalis sehingga menurunkan yield
biodiesel, dan mempersulit proses pemisahan produk (Atadashi dkk., 2011).
Selain menggunakan katalis basa seperti KOH dan NaOH katalis homogen yang biasa
digunakan adalah asam sulfat. Penggunaan katalis asam cair pada produksi
biodiesel seperti asam sulfat memerlukan temperatur tinggi dan waktu yang lama.
Beberapa keuntungan menggunakan katalis asam sebagai
pengganti katalis basa yaitu: jika minyak nabati mengandung FFA
lebih dari 2%, katalis basa akan rusak (tidak stabil), sedangkan katalis asam
akan tetap efektif. Penggunaan katalis homogen baik basa maupun asam menyebabkan
proses pemisahan dari produk lebih sukar. Selain itu, penggunaan katalis ini
hanya sekali saja tidak bisa berulang-ulang sehingga dapat menyebabkan
pencemaran lingkungan (Zullaikah dkk., 2006).
Penggunaan katalis heterogen dapat mengatasi beberapa
permasalahan yang dimiliki oleh katalis homogen. Akan tetapi, katalis heterogen
juga memiliki kekurangan yaitu konversinya yang rendah tidak seperti katalis
homogen yang dapat menghasilkan konversi yang lebih tinggi. Beberapa contoh
katalis heterogen yang telah dikembangkan saat ini diantaranya adalah zeolit, SnCl2 CaO, SnCl2, ZrO2, Al2O3,
dan lain-lain. Keuntungan yang dimiliki oleh katalis heterogen
diantaranya adalah tidak bersifat korosif yang dapat merusak alat, ramah
lingkungan karena dapat digunakan kembali.
Timah (II) klorida
juga dikenal sebagai
stannous klorida merupakan kristal putih
solid dengan rumus
SnCl2. Timah (II)
klorida diklasifikasikan
sebagai katalis asam
Lewis yang merupakan
spesies yang dapat
membentuk ikatan kovalen dengan menerima pasangan elektron bebas dari
spesies lain yang kaya elektron (Ferreira dkk. 2012). Timah (II) klorida juga
memiliki karakteristik yang unggul dalam produksi biodiesel karena berupa
kristal stabil, mudah ditangani,
dan tidak korosif.
Timah (II) klorida juga
mudah dipisahkan dan digunakan
kembali untuk reaksi
esterifikasi setelah digunakan
dalam fase homogen karena
aktivitas katalis hampir tidak berubah bahkan setelah tiga kali recovery (Da Silva dkk. 2011).
Katalis adalah suatu zat yang dapat meningkatkan kecepatan
reaksi, tetapi katalis dilepaskan kembali setelah reaksi selesai. Katalis
merupakan suatu komponen penting dalam menjalankan reaksi yang bersifat lambat
dan reversibel seperti reaksi esterifikasi dan transesterifikasi. Menurut teori
tumbukan, dengan adanya katalis yang terlibat dalam tumbukan antar molekul
reaktan, suatu reaksi dapat berlangsung dengan energi yang lebih rendah. Dengan
kata lain, katalis akan menurunkan energi aktivasi dari suatu reaksi.
Akibatnya, dengan menambahkan katalis tumbukan-tumbukan yang terjadi akan
memiliki cukup energi untuk menghasilkan reaksi.
Pada umumnya reaksi transesterifikasi dan esterifikasi
merupakan reaksi lambat. Tanpa adanya katalis, proses pembuatan biodiesel
dengan reaksi transesterifikasi hanya dapat menghasilkan konversi sebesar 85%
setelah 10 jam reaksi pada suhu 235oC dengan tekanan 62 bar
(Diasakou dkk.,
2001). Katalis yang banyak digunakan
dalam reaksi transesterifikasi adalah katalis basa homogen seperti NaOH atau KOH (Darnoko
dkk., 2000; Meher dkk., 2006). Teknologi ini banyak diaplikasikan untuk
produksi biodiesel secara komersial karena relatif mudah, reaksi dapat
berlangsung pada suhu dan tekanan rendah,
dapat dicapai konversi
yang tinggi dengan
waktu reaksi yang
lebih pendek, dan tidak diperlukan material konstruksi khusus (Lin dkk.,
2011).
Kelemahan pada reaksi transesterifikasi berkatalis basa
yaitu tidak dapat diterapkan untuk bahan baku minyak yang memiliki kandungan FFA
di atas 2%. Keberadaan FFA yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya reaksi samping berupa reaksi penyabunan yang akan
mengkonsumsi katalis sehingga menurunkan yield
biodiesel, dan mempersulit proses pemisahan produk (Atadashi dkk., 2011).
Selain menggunakan katalis basa seperti KOH dan NaOH katalis homogen yang biasa
digunakan adalah asam sulfat. Penggunaan katalis asam cair pada produksi
biodiesel seperti asam sulfat memerlukan temperatur tinggi dan waktu yang lama.
Beberapa keuntungan menggunakan katalis asam sebagai
pengganti katalis basa yaitu: jika minyak nabati mengandung FFA
lebih dari 2%, katalis basa akan rusak (tidak stabil), sedangkan katalis asam
akan tetap efektif. Penggunaan katalis homogen baik basa maupun asam menyebabkan
proses pemisahan dari produk lebih sukar. Selain itu, penggunaan katalis ini
hanya sekali saja tidak bisa berulang-ulang sehingga dapat menyebabkan
pencemaran lingkungan (Zullaikah dkk., 2006).
Penggunaan katalis heterogen dapat mengatasi beberapa
permasalahan yang dimiliki oleh katalis homogen. Akan tetapi, katalis heterogen
juga memiliki kekurangan yaitu konversinya yang rendah tidak seperti katalis
homogen yang dapat menghasilkan konversi yang lebih tinggi. Beberapa contoh
katalis heterogen yang telah dikembangkan saat ini diantaranya adalah zeolit, SnCl2 CaO, SnCl2, ZrO2, Al2O3,
dan lain-lain. Keuntungan yang dimiliki oleh katalis heterogen
diantaranya adalah tidak bersifat korosif yang dapat merusak alat, ramah
lingkungan karena dapat digunakan kembali.
Timah (II) klorida
juga dikenal sebagai
stannous klorida merupakan kristal putih
solid dengan rumus
SnCl2. Timah (II)
klorida diklasifikasikan
sebagai katalis asam
Lewis yang merupakan
spesies yang dapat
membentuk ikatan kovalen dengan menerima pasangan elektron bebas dari
spesies lain yang kaya elektron (Ferreira dkk. 2012). Timah (II) klorida juga
memiliki karakteristik yang unggul dalam produksi biodiesel karena berupa
kristal stabil, mudah ditangani,
dan tidak korosif.
Timah (II) klorida juga
mudah dipisahkan dan digunakan
kembali untuk reaksi
esterifikasi setelah digunakan
dalam fase homogen karena
aktivitas katalis hampir tidak berubah bahkan setelah tiga kali recovery (Da Silva dkk. 2011).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar