BAB
I. PENDAHULUAN
I. BUNGA MELATI
Tanaman melati terdapat hampir disetiap
daerah di Indonesia, terutama di Pulau Jawa, misalnya di daerah Pasuruan,
Pamekasan, Banyumas, Purbalingga, Pemalang dan Tegal. Adapun jenis melati yang
banyak terdapat di Pulau Jawa menurut Rukmana (1997) antara lain Jasminum
sambac (melati putih), Jasminum multiflorum (star jasmine) dan Jasminum
officinale (melati gambir). Bunga yang digunakan harus dalam kondisi kering
karena bunga dengan kondisi basah yang biasa disebabkan karena embun dapat
menimbulkan ketengikan pada lemak yang disebabkan oksidasi lemak karena adanya
kandungan H2O. Kondisi bunga yang masih kuncup serta mekar penuh
juga tidak dapat digunakan untuk menghasilkan minyak atsiri selain karena tidak
dapat mekar dan tidak harum, bunga pada kondisi kuncup sangat sulit digunakan
untuk proses enfleurasi karena bunga harus diletakkan dengan posisi seluruh
bagian menempel pada lemak sehingga lemak dapat mengadsorbsi minyak di seluruh
kelopak bunga.
Bunga
dengan kondisi mekar penuh aroma harumnya telah banyak yang menguap sehingga
tidak dapat dimanfaatkan baik (Suyanti et al,2004). Kondisi bunga yang
digunakan dalam penelitian ini memiliki tingkat ketuaan panen M-1 (kuncup siap
mekar). Bunga dengan tingkat ketuaan panen M-1 memiliki ukuran kuntum bunga
optimal, berwarna putih, pada saat kuncup tidak harum, setelah mekar harum. Komponen
minyak melati yang dominan menurut ketaren (1985) adalah benzil asetat (65%),
kemudian diikuti oleh linalool (15,5%), linalool asetat (7,5%), benzil alcohol
(6,0%), jasmone(3,0%), indole (2,5%), dan metil anthramilate (0,5%).
Pengambilan minyak atsiri yang terkandung
dalam bunga melati tidak bisa dilakukan dengan cara penyulingan/destilasi
seperti halnya pada bunga melati, sedap malam, violet, jonquil, dan beberapa
jenis bunga lainnya. Hal ini disebabkan oleh penyulingan dengan uap air atau
air mendidih yang relatif lama cenderung merusak komponenminyak karena proses
hidrolisa, polimerisasi dan resinifikasi, komponen yang bertitik didih tinggi
khususnya yang larut dalam air tidak dapat diangkut oleh uap air sehingga
rendemen minyak dan mutu yang dihasilkan lebih rendah (Guenther, 1987). Oleh
karena itu melati harus diproses dengan metode ekstraksi lain untuk mengambil minyak
atsirinya (minyak melati). Salah satu metode ekstraksi yang dapat dilakukan
untuk melati adalah metode enfleurasi (ekstraksi dengan lemak dingin) dan
ekstraksi pelarut menguap.
Metode
enfleurasi memanfaatkan lemak sebagai media untuk mengadsorpsi aroma wangi yang
dihasilkan oleh jenis bunga tertentu misalnya melati, sedap malam dan mawar.
Lemak yang sudah siap digunakan ditempatkan diatas bingkai kaca atau chasis,
kemudian disusun bertingkat dan diusahakan terbebas dari sinar matahari dan udara.
Karena jika terganggu dua hal tersebut dapat menyebabkan kerusakan lemak dan
terganggunya proses yang pada akhirnya gagal produksi. Metode ekstraksi pelarut
menguap merupakan suatu metode ekstraksi yang menggunakan pelarut menguap untuk
memisahkan minyak dari jaringan tumbuhan. Pelarut yang biasa digunakan dalam metode
ini adalah etanol dan n-heksan.
Keberhasilan proses enfleurasi tergantung
pada kualitas lemak yang digunakan dan ketrampilan dalam mempersiapkan lemak.
Penggunaan lemak dalam metode enfleurasi bisa menggunakan lemak sapi, lemak
babi, lemak kambing, lemak ayam, minyak kelapa, minyak sawit, minyak jagung,
minyak kedelai. Campuran antara 1 bagian lemak sapi dan 2 bagian lemak babi
menurut Guenther (1987) menghasilkan mutu minyak paling baik. Penggunaan lemak babi
dalam proses enfleurasi harus dihindari karena mayoritas penduduk Indonesia
adalah muslim. Sebagai alternatif dalam penelitian ini menggunakan adsorben mentega
yang terbuat dari lemak hewan dan mentega putih. Puguh (2001) meneliti proses
enfleurasi menggunakan adsorben lemak sapi dengan campuran minyak jagung, minyak
kelapa, minyak kedelai, minyak sawit.
Rendemen yang dihasilkan berkisar 0,005% -
0,07%, sedangkan Huda (2010) menggunakan adsorben lemak sapi, lemak kambing, dan
lemak ayam. Komponen minyak melati yang terbaca hanya indole dengan kadar 0,6%
dan yang lainnya adalah lemak Mentega merupakan produk berbentuk padat lunak yang
dibuat dari lemak atau krim susu atau campurannya, dengan atau tanpa penambahan
garam (NaCl) atau bahan makanan yang diizinkan SNI (1995). Mentega mengandung lemak
81 %, kadar air 18 % dan kadar protein maksimal 1 % (Astawan Mita Wahyuni &
Astawan Made, 1998). Lemak mentega berasal dari lemak susu hewan. Lemak mentega
sebagian besar terdiri dari asam palmitat, oleat dan stearat serta sejumlah
kecil asam butirat dan asam lemak sejenis lainnya.
Mentega
putih (Shortening/Compound fat) adalah lemak padat yang mempunyai
sifat plastis dan kestabilan tertentu dan umumnya berwarna putih
(Winarno,1991). Pada umumnya sebagian besar mentega putih dibuat dari minyak nabati
seperti minyak biji kapas, minyak kacang kedelai, minyak kacang tanah dan
lain-lain. Mentega putih mengandung 80% lemak dan 17% air (Astawan Mita Wahyuni
& Astawan Made, 1998). Proses enfleurasi menghasilkan minyak dengan rendemen
lebih banyak dan minyak yang dihasilkan lebih wangi dibandingkan dengan
ekstraksi pelarut menguap (Guenther, 1987). Atas dasar alasan tersebut maka diperlukan
penelitian dengan membandingkan metode ekstraksi dengan enfleurasi yang
mengunakan mentega serta metode ekstraksi dengan pelarut menguap untuk
mendapatkan suatu teknik yang efisien dalam pengambilan minyak atsiri melati.
Penelitian ini bertujuan mempelajari proses pembuatan minyak atsiri dari bunga
melati dengan menggunakan metode enfleurasi dan pelarut menguap, pengaruh
komposisi lemak dan pelarut terhadap rendemen dan mutu minyak atsiri yang
dihasilkan serta membandingkan aroma terbaik yang mendekati aroma dari bahan
baku.
BAB II. PEMBAHASAN
II. METODOLOGI
Di dalam penelitian ini akan dilakukan
pengambilan minyak atsiri melati dengan metode enfleurasi dan ekstraksi pelarut
menguap. Dari kedua metode ini akan dibandingkan untuk mendapatkan perbaikan
pemilihan adsorben pada metode enfleurasi dengan metode pelarut menguap dalam pengambilan
minyak atsiri melati. Jenis bunga melati setelah dipetik masih meneruskan
aktivitas fisiologinya, sehingga memproduksi minyak dan mengeluarkan bau wangi.
Lemak mempunyai daya adsorpsi yang tinggi. Bila lemak dicampur dan melakukan
kontak dengan bunga yang berbau wangi, maka lemak akan mengadsorpsi minyak yang
dikeluarkan oleh bunga tersebut. Prinsip ini diterapkan dalam proses
enfleurasi. Bunga melati ditaburkan diatas permukaan lemak yang telah dioleskan
pada bingkai kaca atau chassis dan dibiarkan selama
24 jam, kemudian diganti dengan bunga yang masih
segar. Proses ini dilakukan berulang kali, pada akhir proses lemak akan jenuh
dengan minyak bunga.
Minyak bunga tersebut diekstraksi
dari lemak dengan menggunakan etanol dan selanjutnya etanol dipisahkan. Hal
yang perlu diingat adalah pada saat memoleskan lemak dipermukaan bingkai kaca
atau chassis, lemak hendaknya digores dengan alat apapun yang bisa
menciptakan pola garis – garis dipermukaan lemak. Tujuannya adalah untuk memperluas
permukaan penyerapan minyak bunga oleh lemak, sehingga minyak bunga yang diserap
akan lebih banyak (Guenther, 1987). Pada prinsip ekstraksi dengan pelarut
menguap minyak atsiri dilarutkan dalam bahan dengan pelarut organik yang mudah
menguap. Cara ini sangat sederhana yaitu dengan merendam bunga di dalam pelarut
dalam sebuah bejana dari plastik, kemudian ekstraksi berjalan secara sistematis
pada suhu kamar. Pelarut akan berpenetrasi kedalam bahan dan melarutkan minyak
bunga beserta beberapa jenis lilin dan albumin serta zat warna. Larutan
tersebut selanjutnya diuapkan ke dalam evaporator dan minyak dipekatkan pada
suhu rendah. Setelah semua pelarut diuapkan dalam keadaan vakum, maka diperoleh
minyak bunga yang pekat. Suhu harus dijaga tetap rendah selama proses ini
berlangsung. Dengan demikian uap aktif yang terbentuk tidak akan merusak
persenyawan minyak bunga (Guenther, 1987).
II.1 Bahan yang digunakan
a.
Bunga melati.
Bahan baku bunga melati
yang digunakan bunga melati putih(jasminum sambac).
b.
Mentega putih dan kuning.
Mentega putih dan
kuning digunakan sebagai adsorben pada metode enfleurasi.
c.
Etanol 96%.
Etanol dengan
konsentrasi 96% digunakan sebagai pelarut pada metode enfleurasi dan ekstraksi pelarut
menguap.
d.
N-heksan 99,5%.
N-heksan
dengan konsentrasi 99,5% digunakan sebagai pelarut untuk metode ekstraksi pelarut
menguap.
II.2 Peralatan Penelitian
a.
Bingkai kaca/chasis.
Dengan ketebalan kaca 5
mm, panjang 30 cm, lebar 21 cm, digunakan untuk tempat meletakkan lemak. Lemak
digunakan untuk mengadsorbsi aroma wangi yang dihasilkan bunga melati.
b.
Stirrer.
Jenis stirer yang
digunakan adalah overhead stirrer, kecepatan yang digunakan ±500 rpm.
c.
Rotary vacuum evaporator.
Digunakan
untuk memisahkan antara pelarut dan minyak pada keadaan vakum. Volume labu alas
bulat sampel yang digunakan 500 mL. Suhu waterbath yang digunakan dengan pelarut
etanol 45 oC dan untuk pelarut n-heksan 35 oC, dengan
tekanan 550 mmHg.
II.3 Prosedur
A.
Metode Enfleurasi
Mengoleskan lemak sebanyak 120 gr secara merata diatas
permukaan bingkai kaca atau chassis. Chasis yang digunakan
sebanyak 3 buah dengan masing-masing lemak tiap chassis sebanyak 40 gr. Permukaan
lemak digores untuk memperluas permukaan lemak. Bunga melati yang telah
disortasi diletakkan diatas chassis yang telah dilumuri lemak. Chassis
kemudian ditutup dan dibiarkan pada suhu ruang. Chassis dibuka dan
bunga melati dikeluarkan dan diganti setiap 24 jam selama 7 hari. Selanjutnya dilakukan
pengambilan lemak dari chassis dan ditimbang beratnya. Lemak hasil
enfleurasi disebut dengan pomade. Pomade dilarutkan dalam etanol teknis 96%
dengan perbandingan 1 (lemak) : 2 (pelarut). Mendinginkan pomade dan etanol
dalam lemari pendingin atau freezer pada suhu -15 oC. Pomade
dipisahkan dari etanol menggunakan kertas saring dan hasilnya merupakan ekstrait
(mengandung minyak melati). Ekstrait kemudian dievaporasi dengan menggunakan
rotary vacuum evaporator pada suhu 45oC dan tekanan 550 mmHg. Minyak
melati yang dihasilkan kemudian dianalisa meliputi rendemen, berat jenis,
indeks bias dan analisa GCMS.
B.
Metode Ekstraksi Pelarut menguap
Bunga melati dimasukkan dalam suatu bejana yang terbuat
dari plastik dan tertutup rapat dengan ukuran 2 liter. Menambahkan pelarut
dengan perbandingan 1 (melati) : 2 (pelarut), kemudian diaduk dengan mengunakan
overhead stirer selama 4 jam. Hasil ekstraksi selanjutnya disaring dengan kain
untuk memisahkan ampas melati dengan filtrat, kemudian filtrat dievaporasi
dengan menggunakan rotary vacuum evaporator pada suhu 45oC untuk
pelarut etanol dan 35oC untuk pelarut n-heksan pada tekanan 550
mmHg. Hasil evaporasi merupakan Concrete melati (campuran minyak atsiri
serta lilin, albumin dan zat warna dalam jumlah sedikit) kemudian dianalisa
meliputi rendemen, berat jenis, indeks bias dan analisa GCMS.
II.4 Variabel dan kondisi operasi
A. Metode Enfleurasi
• Lemak yang digunakan terdiri dari 2 jenis, mentega
kuning dan mentega putih. Perbandingan massa mentega kuning dan mentega putih,
yaitu:
- 100% mentega putih
- 30% mentega putih : 70% mentega kuning
- 50% mentega putih : 50% mentega kuning
- 70% mentega putih : 30% mentega kuning
- 100% mentega kuning
• Massa lemak : massa bunga = 1 : 3, jumlah massa lemak
yang digunakan 40 gram setiap bingkai kaca atau chasis dengan total chasis
sebanyak 3.
• Proses pergantian bunga dilakukan setiap 24 jam.
• Proses enfleurasi dilakukan selama 7 hari.
• Proses enfleurasi
berlangsung pada suhu ruang dan tekanan atmosferik
B. Metode Ekstraksi Pelarut menguap
• Pelarut yang digunakan :
- Etanol 96%
- N-heksan 99,5%
• Massa bunga melati : massa pelarut= 1 : 2, jumlah
massa bunga melati 350 gram
• Proses enfleurasi berlangsung pada suhu ruang dan tekanan
atmosferik
III. HASIL DAN DISKUSI
III.1 % Rendemen
Metode enfleurasi memberikan rendemen
minyak 0,094- 0,416%. Rendemen tertinggi dari metode enfleurasi terdapat pada
variabel 30% mp:70% mk. Mentega kuning yang merupakan memiliki % kandungan
lemak yang lebih tinggi dibanding mentega putih sehingga daya adsorbsinya lebih
tinggi, sementara mentega putih memiliki konsistensi yang tepat tidak terlalu
lunak maupun keras serta tidak berbau dan berasa hambar. Metode ekstraksi
pelarut menguap dengan pelarut n-heksan memberikan concrete dengan
rendemen 320%. Pelarut n-heksan merupakan pelarut yang paling baik untuk
ekstraksi minyak bunga, hal ini dikarenakan sifatnyayang selektif dalam
melarutkan zat serta prosesnya yang hanya menghasikan lilin, albumin dan zat
warna dalam
jumlah sedikit namun
dapat mengekstraksi zat pewangi dalam jumlah besar. Pelarut etanol tidak dapat
digunakan, karena menyebabkan terekstraknya resin serta melarutkan air sehingga
hasil ekstraksi yang diperoleh adalah campuran minyak dan gum atau
resin. Hasil ekstraksi berupa cairan kental berwarna coklat tua dengan aroma
yang sedikit mendekati dari aroma bahan yang diekstraksi.
III.2 Berat Jenis
Berat jenis sering dihubungkan dengan
fraksi berat komponen-komponen yang terkandung didalamnya. Semakin besar fraksi
berat yang terkandung dalam minyak, maka semakin besar pula nilai densitasnya Secara
umum berat jenis minyak melati yang dihasilkan tidak berbeda jauh antar variabel.
Pada berbagai variabel dari metode enfleurasi, minyak atsiri melati mempunyai
berat jenis yang hampir sama yaitu 0,943-0,967gr/ml. Untuk metode Ekstraksi
pelarut
menguap memiliki berat jenis 0,960gr/ml.
III.3 Indeks Bias
Secara umum indeks bias minyak melati yang
dihasilkan tidak berbeda jauh antar variabel. Penentuan indeks bias dilakukan
dengan refraktometer pada suhu 200C. Indeks bias minyak melati umumnya diatas
1,400. Nilai indeks bias
dipengaruhi salah
satunya dengan adanya air dalam minyak Semakin banyak kandungan airnya maka
semakin kecil nilai indeks biasnya. Ini karena sifat dari air yang mudah untuk membiaskan
cahaya yang dating. Untuk minyak atsiri melati metode enfleurasi memiliki
indeks bias 1,480-1,499, sedangkan metode Ekstraksi pelarut menguap memiliki
nilai 1,479.
III.4 Kandungan Minyak Melati
Pada metode enfleurasi bahwa komponen yang
terdapat pada minyak atsiri melati dari identifikasi melalui gas cromatografi
dan spektrometri massa (GCMS) terdapat 31 komponen. Komponen yang memiliki %
area terbesar pada minyak atsiri melati adalah Palmitic Anhydride. Komponen
penyusun minyak melati yang terbaca adalah linalool l dan indole dengan % area
0,68% dan 1,16%.
Pada metode Ekstraksi pelarut menguap
komponen yang terdapat pada minyak atsiri melati dari identifikasi melalui gas
cromatografi dan spektrometri massa (GCMS) terdapat 24 komponen. Komponen yang memiliki
% area terbesar pada minyak atsiri melati adalah Hexacosane. Komponen penyusun
minyak melati yang terbaca adalah linalool l dengan % area 0,35%. Kandungan
benzyl acetat yang merupakan komponen terbesar penyusun minyak melati tidak
terbaca dalam hasil penelitian dari kedua metode. Hal ini dapat disebabkan
karena GC-MS yang digunakan memiliki sensitivitas dan spesifitas yang tidak
terlalu tinggi sehingga hanya beberapa komponen saja yang dapat diterjemahkan
sesuai dengan grafik standar yang dimiliki sehingga ada beberapa puncak yang
sebenarnya termasuk ke dalam komponen minyak melati tetapi tidak terdeteksi.
BAB
III. PENUTUP
IV. KESIMPULAN
1. Metode enfleurasi memberikan rendemen yang lebih
tinggi dibanding ekstraksi pelarut menguap, namun aroma yang paling mendekati
aroma bunga melati adalah metode ekstraksi pelarut menguap.
2. Rendemen minyak melati paling tinggi dihasilkan
oleh metode enfleurasi yaitu pada variabel 30% mp: 70% mk yaitu 0,416%. Pada
metode ekstraksi pelarut menguap concrete yang dihasilkan 0,320% denga
pelarut n-heksan.
Pelarut etanol pada metote ekstraski pelarut menguap
tidak dapat digunakan sebagai solvent untuk mengekstrak bunga melati karena
menyebabkan terekstraknya gum atau resin serta melarutkan air.
3. Aroma yang dihasilkan metode ekstraksi dengan
pelarut menguap lebih menyengat dan dihasilkan bau yang lebih enak dibandingkan
dengan aroma yang dihasilkan dari metode enfleurasi. Hal ini disebabkan karena
pada metode enfleurasi menggunakan adsorben lemak sebagai media penyerap
minyak, sedangkan pada metode ekstraksi dengan pelarut menguap terjadi kontak
secara langsung antara bahan baku dengan solvent.
DAFTAR PUSTAKA
[1]
Guenther, Ernest. 1987, Minyak Atsiri Jilid I. Penerjemah Ketaren S.
Universitas Indonesia Press: Jakarta.
[2]
Harry, S. W. 2000, “Jalan Penyembuhan Bernama Aroma Terapi”. Trubus No. 364.
(XXXI).
[3]
Heyne, K. 1987, “Tumbuhan berguna Indonesia Jilid III”. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan. Dep. Kehutanan: Jakarta.
[4]
Huda, Muhammad Nurul. 2010, “Pengambilan minyak Bunga Melati Dengan Metode
Enfleurasi Menggunakan Lemak Sapi-Kambing-Ayam”. Laporan Skripsi Teknik Kimia:
Universitas Negeri Semarang
[5]
Ketaren,S. 1985, “Pengantar Teknologi Minyak Atsiri”. Balai Pustaka: Jakarta
[6]
Kurniawan, Kelik, Nindya H, dkk. 2011, “Pengaruh Campuran Lemak Sapi dan
Margarin Serta Jenis Pelarut Dalam Proses Ekstraksi Minyak Melati Menggunakan Sistem
Enfleurasi”. Laporan Penelitian. Universitas Brawijaya Malang
[7]
Sastrohamidjojo, H. 2004, “Kimia Minyak Atsiri”. Universitas Gadjah Mada:
Yogyakarta
[8]
Setyopratomo, Puguh. 2001, “Kajian Awal Proses Ekstraksi Minyak Bunga Melati (jasminum
sambac) Dengan Metode Enfleurasi”. Tesis Teknik Kimia: Institut Teknologi
Bandung
[9]
Soepardi, R. 1964, “Apotik Hijau Tumbuhan Obat- Obatan”. Purna Warna: Surakarta
[10]
S.Prabawati, Suyanti, dkk. 2002, “Perbaikan cara ekstraksi Untuk Meningkatkan
Rendemen Minyak Bunga Melati Gambir Skala Pilot”. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Pasca Panen Pertanian: Jakarta
[11]
Wahyuni dan Made. 1998, “Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat Guna”. Cv
Akademika Pressindo: Jakarta
[12]
Winarno, F.G. 1991, “Kimia Pangan dan Gizi”. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar