Sabtu, 16 Januari 2016

Pengambilan Minyak Atsiri dari Melati dengan Metode Enfleurasi dan Ekstraksi Pelarut Menguap

BAB I. PENDAHULUAN
I. BUNGA MELATI
          Tanaman melati terdapat hampir disetiap daerah di Indonesia, terutama di Pulau Jawa, misalnya di daerah Pasuruan, Pamekasan, Banyumas, Purbalingga, Pemalang dan Tegal. Adapun jenis melati yang banyak terdapat di Pulau Jawa menurut Rukmana (1997) antara lain Jasminum sambac (melati putih), Jasminum multiflorum (star jasmine) dan Jasminum officinale (melati gambir). Bunga yang digunakan harus dalam kondisi kering karena bunga dengan kondisi basah yang biasa disebabkan karena embun dapat menimbulkan ketengikan pada lemak yang disebabkan oksidasi lemak karena adanya kandungan H2O. Kondisi bunga yang masih kuncup serta mekar penuh juga tidak dapat digunakan untuk menghasilkan minyak atsiri selain karena tidak dapat mekar dan tidak harum, bunga pada kondisi kuncup sangat sulit digunakan untuk proses enfleurasi karena bunga harus diletakkan dengan posisi seluruh bagian menempel pada lemak sehingga lemak dapat mengadsorbsi minyak di seluruh kelopak bunga.

          Bunga dengan kondisi mekar penuh aroma harumnya telah banyak yang menguap sehingga tidak dapat dimanfaatkan baik (Suyanti et al,2004). Kondisi bunga yang digunakan dalam penelitian ini memiliki tingkat ketuaan panen M-1 (kuncup siap mekar). Bunga dengan tingkat ketuaan panen M-1 memiliki ukuran kuntum bunga optimal, berwarna putih, pada saat kuncup tidak harum, setelah mekar harum. Komponen minyak melati yang dominan menurut ketaren (1985) adalah benzil asetat (65%), kemudian diikuti oleh linalool (15,5%), linalool asetat (7,5%), benzil alcohol (6,0%), jasmone(3,0%), indole (2,5%), dan metil anthramilate (0,5%).
          Pengambilan minyak atsiri yang terkandung dalam bunga melati tidak bisa dilakukan dengan cara penyulingan/destilasi seperti halnya pada bunga melati, sedap malam, violet, jonquil, dan beberapa jenis bunga lainnya. Hal ini disebabkan oleh penyulingan dengan uap air atau air mendidih yang relatif lama cenderung merusak komponenminyak karena proses hidrolisa, polimerisasi dan resinifikasi, komponen yang bertitik didih tinggi khususnya yang larut dalam air tidak dapat diangkut oleh uap air sehingga rendemen minyak dan mutu yang dihasilkan lebih rendah (Guenther, 1987). Oleh karena itu melati harus diproses dengan metode ekstraksi lain untuk mengambil minyak atsirinya (minyak melati). Salah satu metode ekstraksi yang dapat dilakukan untuk melati adalah metode enfleurasi (ekstraksi dengan lemak dingin) dan ekstraksi pelarut menguap.
          Metode enfleurasi memanfaatkan lemak sebagai media untuk mengadsorpsi aroma wangi yang dihasilkan oleh jenis bunga tertentu misalnya melati, sedap malam dan mawar. Lemak yang sudah siap digunakan ditempatkan diatas bingkai kaca atau chasis, kemudian disusun bertingkat dan diusahakan terbebas dari sinar matahari dan udara. Karena jika terganggu dua hal tersebut dapat menyebabkan kerusakan lemak dan terganggunya proses yang pada akhirnya gagal produksi. Metode ekstraksi pelarut menguap merupakan suatu metode ekstraksi yang menggunakan pelarut menguap untuk memisahkan minyak dari jaringan tumbuhan. Pelarut yang biasa digunakan dalam metode ini adalah etanol dan n-heksan.
          Keberhasilan proses enfleurasi tergantung pada kualitas lemak yang digunakan dan ketrampilan dalam mempersiapkan lemak. Penggunaan lemak dalam metode enfleurasi bisa menggunakan lemak sapi, lemak babi, lemak kambing, lemak ayam, minyak kelapa, minyak sawit, minyak jagung, minyak kedelai. Campuran antara 1 bagian lemak sapi dan 2 bagian lemak babi menurut Guenther (1987) menghasilkan mutu minyak paling baik. Penggunaan lemak babi dalam proses enfleurasi harus dihindari karena mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim. Sebagai alternatif dalam penelitian ini menggunakan adsorben mentega yang terbuat dari lemak hewan dan mentega putih. Puguh (2001) meneliti proses enfleurasi menggunakan adsorben lemak sapi dengan campuran minyak jagung, minyak kelapa, minyak kedelai, minyak sawit.
          Rendemen yang dihasilkan berkisar 0,005% - 0,07%, sedangkan Huda (2010) menggunakan adsorben lemak sapi, lemak kambing, dan lemak ayam. Komponen minyak melati yang terbaca hanya indole dengan kadar 0,6% dan yang lainnya adalah lemak Mentega merupakan produk berbentuk padat lunak yang dibuat dari lemak atau krim susu atau campurannya, dengan atau tanpa penambahan garam (NaCl) atau bahan makanan yang diizinkan SNI (1995). Mentega mengandung lemak 81 %, kadar air 18 % dan kadar protein maksimal 1 % (Astawan Mita Wahyuni & Astawan Made, 1998). Lemak mentega berasal dari lemak susu hewan. Lemak mentega sebagian besar terdiri dari asam palmitat, oleat dan stearat serta sejumlah kecil asam butirat dan asam lemak sejenis lainnya.
          Mentega putih (Shortening/Compound fat) adalah lemak padat yang mempunyai sifat plastis dan kestabilan tertentu dan umumnya berwarna putih (Winarno,1991). Pada umumnya sebagian besar mentega putih dibuat dari minyak nabati seperti minyak biji kapas, minyak kacang kedelai, minyak kacang tanah dan lain-lain. Mentega putih mengandung 80% lemak dan 17% air (Astawan Mita Wahyuni & Astawan Made, 1998). Proses enfleurasi menghasilkan minyak dengan rendemen lebih banyak dan minyak yang dihasilkan lebih wangi dibandingkan dengan ekstraksi pelarut menguap (Guenther, 1987). Atas dasar alasan tersebut maka diperlukan penelitian dengan membandingkan metode ekstraksi dengan enfleurasi yang mengunakan mentega serta metode ekstraksi dengan pelarut menguap untuk mendapatkan suatu teknik yang efisien dalam pengambilan minyak atsiri melati. Penelitian ini bertujuan mempelajari proses pembuatan minyak atsiri dari bunga melati dengan menggunakan metode enfleurasi dan pelarut menguap, pengaruh komposisi lemak dan pelarut terhadap rendemen dan mutu minyak atsiri yang dihasilkan serta membandingkan aroma terbaik yang mendekati aroma dari bahan baku.
BAB II. PEMBAHASAN
II. METODOLOGI
          Di dalam penelitian ini akan dilakukan pengambilan minyak atsiri melati dengan metode enfleurasi dan ekstraksi pelarut menguap. Dari kedua metode ini akan dibandingkan untuk mendapatkan perbaikan pemilihan adsorben pada metode enfleurasi dengan metode pelarut menguap dalam pengambilan minyak atsiri melati. Jenis bunga melati setelah dipetik masih meneruskan aktivitas fisiologinya, sehingga memproduksi minyak dan mengeluarkan bau wangi. Lemak mempunyai daya adsorpsi yang tinggi. Bila lemak dicampur dan melakukan kontak dengan bunga yang berbau wangi, maka lemak akan mengadsorpsi minyak yang dikeluarkan oleh bunga tersebut. Prinsip ini diterapkan dalam proses enfleurasi. Bunga melati ditaburkan diatas permukaan lemak yang telah dioleskan pada bingkai kaca atau chassis dan dibiarkan selama
24 jam, kemudian diganti dengan bunga yang masih segar. Proses ini dilakukan berulang kali, pada akhir proses lemak akan jenuh dengan minyak bunga.
          Minyak bunga tersebut diekstraksi dari lemak dengan menggunakan etanol dan selanjutnya etanol dipisahkan. Hal yang perlu diingat adalah pada saat memoleskan lemak dipermukaan bingkai kaca atau chassis, lemak hendaknya digores dengan alat apapun yang bisa menciptakan pola garis – garis dipermukaan lemak. Tujuannya adalah untuk memperluas permukaan penyerapan minyak bunga oleh lemak, sehingga minyak bunga yang diserap akan lebih banyak (Guenther, 1987). Pada prinsip ekstraksi dengan pelarut menguap minyak atsiri dilarutkan dalam bahan dengan pelarut organik yang mudah menguap. Cara ini sangat sederhana yaitu dengan merendam bunga di dalam pelarut dalam sebuah bejana dari plastik, kemudian ekstraksi berjalan secara sistematis pada suhu kamar. Pelarut akan berpenetrasi kedalam bahan dan melarutkan minyak bunga beserta beberapa jenis lilin dan albumin serta zat warna. Larutan tersebut selanjutnya diuapkan ke dalam evaporator dan minyak dipekatkan pada suhu rendah. Setelah semua pelarut diuapkan dalam keadaan vakum, maka diperoleh minyak bunga yang pekat. Suhu harus dijaga tetap rendah selama proses ini berlangsung. Dengan demikian uap aktif yang terbentuk tidak akan merusak persenyawan minyak bunga (Guenther, 1987).
II.1 Bahan yang digunakan
a.     Bunga melati.
Bahan baku bunga melati yang digunakan bunga melati putih(jasminum sambac).
b.     Mentega putih dan kuning.
Mentega putih dan kuning digunakan sebagai adsorben pada metode enfleurasi.
c.      Etanol 96%.
Etanol dengan konsentrasi 96% digunakan sebagai pelarut pada metode enfleurasi dan ekstraksi pelarut menguap.
d.     N-heksan 99,5%.
N-heksan dengan konsentrasi 99,5% digunakan sebagai pelarut untuk metode ekstraksi pelarut menguap.
II.2 Peralatan Penelitian
a.     Bingkai kaca/chasis.
Dengan ketebalan kaca 5 mm, panjang 30 cm, lebar 21 cm, digunakan untuk tempat meletakkan lemak. Lemak digunakan untuk mengadsorbsi aroma wangi yang dihasilkan bunga melati.
b.     Stirrer.
Jenis stirer yang digunakan adalah overhead stirrer, kecepatan yang digunakan ±500 rpm.
c.      Rotary vacuum evaporator.
Digunakan untuk memisahkan antara pelarut dan minyak pada keadaan vakum. Volume labu alas bulat sampel yang digunakan 500 mL. Suhu waterbath yang digunakan dengan pelarut etanol 45 oC dan untuk pelarut n-heksan 35 oC, dengan tekanan 550 mmHg.
II.3 Prosedur
A. Metode Enfleurasi
          Mengoleskan lemak sebanyak 120 gr secara merata diatas permukaan bingkai kaca atau chassis. Chasis yang digunakan sebanyak 3 buah dengan masing-masing lemak tiap chassis sebanyak 40 gr. Permukaan lemak digores untuk memperluas permukaan lemak. Bunga melati yang telah disortasi diletakkan diatas chassis yang telah dilumuri lemak. Chassis kemudian ditutup dan dibiarkan pada suhu ruang. Chassis dibuka dan bunga melati dikeluarkan dan diganti setiap 24 jam selama 7 hari. Selanjutnya dilakukan pengambilan lemak dari chassis dan ditimbang beratnya. Lemak hasil enfleurasi disebut dengan pomade. Pomade dilarutkan dalam etanol teknis 96% dengan perbandingan 1 (lemak) : 2 (pelarut). Mendinginkan pomade dan etanol dalam lemari pendingin atau freezer pada suhu -15 oC. Pomade dipisahkan dari etanol menggunakan kertas saring dan hasilnya merupakan ekstrait (mengandung minyak melati). Ekstrait kemudian dievaporasi dengan menggunakan rotary vacuum evaporator pada suhu 45oC dan tekanan 550 mmHg. Minyak melati yang dihasilkan kemudian dianalisa meliputi rendemen, berat jenis, indeks bias dan analisa GCMS.
B. Metode Ekstraksi Pelarut menguap
          Bunga melati dimasukkan dalam suatu bejana yang terbuat dari plastik dan tertutup rapat dengan ukuran 2 liter. Menambahkan pelarut dengan perbandingan 1 (melati) : 2 (pelarut), kemudian diaduk dengan mengunakan overhead stirer selama 4 jam. Hasil ekstraksi selanjutnya disaring dengan kain untuk memisahkan ampas melati dengan filtrat, kemudian filtrat dievaporasi dengan menggunakan rotary vacuum evaporator pada suhu 45oC untuk pelarut etanol dan 35oC untuk pelarut n-heksan pada tekanan 550 mmHg. Hasil evaporasi merupakan Concrete melati (campuran minyak atsiri serta lilin, albumin dan zat warna dalam jumlah sedikit) kemudian dianalisa meliputi rendemen, berat jenis, indeks bias dan analisa GCMS.
II.4 Variabel dan kondisi operasi
A. Metode Enfleurasi
• Lemak yang digunakan terdiri dari 2 jenis, mentega kuning dan mentega putih. Perbandingan massa mentega kuning dan mentega putih, yaitu:
- 100% mentega putih
- 30% mentega putih : 70% mentega kuning
- 50% mentega putih : 50% mentega kuning
- 70% mentega putih : 30% mentega kuning
- 100% mentega kuning
• Massa lemak : massa bunga = 1 : 3, jumlah massa lemak yang digunakan 40 gram setiap bingkai kaca atau chasis dengan total chasis sebanyak 3.
• Proses pergantian bunga dilakukan setiap 24 jam.
• Proses enfleurasi dilakukan selama 7 hari.
• Proses enfleurasi berlangsung pada suhu ruang dan tekanan atmosferik
B. Metode Ekstraksi Pelarut menguap
• Pelarut yang digunakan :
- Etanol 96%
- N-heksan 99,5%
• Massa bunga melati : massa pelarut= 1 : 2, jumlah massa bunga melati 350 gram
• Proses enfleurasi berlangsung pada suhu ruang dan tekanan atmosferik
III. HASIL DAN DISKUSI
III.1 % Rendemen
          Metode enfleurasi memberikan rendemen minyak 0,094- 0,416%. Rendemen tertinggi dari metode enfleurasi terdapat pada variabel 30% mp:70% mk. Mentega kuning yang merupakan memiliki % kandungan lemak yang lebih tinggi dibanding mentega putih sehingga daya adsorbsinya lebih tinggi, sementara mentega putih memiliki konsistensi yang tepat tidak terlalu lunak maupun keras serta tidak berbau dan berasa hambar. Metode ekstraksi pelarut menguap dengan pelarut n-heksan memberikan concrete dengan rendemen 320%. Pelarut n-heksan merupakan pelarut yang paling baik untuk ekstraksi minyak bunga, hal ini dikarenakan sifatnyayang selektif dalam melarutkan zat serta prosesnya yang hanya menghasikan lilin, albumin dan zat warna dalam
jumlah sedikit namun dapat mengekstraksi zat pewangi dalam jumlah besar. Pelarut etanol tidak dapat digunakan, karena menyebabkan terekstraknya resin serta melarutkan air sehingga hasil ekstraksi yang diperoleh adalah campuran minyak dan gum atau resin. Hasil ekstraksi berupa cairan kental berwarna coklat tua dengan aroma yang sedikit mendekati dari aroma bahan yang diekstraksi.
III.2 Berat Jenis
          Berat jenis sering dihubungkan dengan fraksi berat komponen-komponen yang terkandung didalamnya. Semakin besar fraksi berat yang terkandung dalam minyak, maka semakin besar pula nilai densitasnya Secara umum berat jenis minyak melati yang dihasilkan tidak berbeda jauh antar variabel. Pada berbagai variabel dari metode enfleurasi, minyak atsiri melati mempunyai berat jenis yang hampir sama yaitu 0,943-0,967gr/ml. Untuk metode Ekstraksi pelarut
menguap memiliki berat jenis 0,960gr/ml.
III.3 Indeks Bias
          Secara umum indeks bias minyak melati yang dihasilkan tidak berbeda jauh antar variabel. Penentuan indeks bias dilakukan dengan refraktometer pada suhu 200C. Indeks bias minyak melati umumnya diatas 1,400. Nilai indeks bias
dipengaruhi salah satunya dengan adanya air dalam minyak Semakin banyak kandungan airnya maka semakin kecil nilai indeks biasnya. Ini karena sifat dari air yang mudah untuk membiaskan cahaya yang dating. Untuk minyak atsiri melati metode enfleurasi memiliki indeks bias 1,480-1,499, sedangkan metode Ekstraksi pelarut menguap memiliki nilai 1,479.
III.4 Kandungan Minyak Melati
          Pada metode enfleurasi bahwa komponen yang terdapat pada minyak atsiri melati dari identifikasi melalui gas cromatografi dan spektrometri massa (GCMS) terdapat 31 komponen. Komponen yang memiliki % area terbesar pada minyak atsiri melati adalah Palmitic Anhydride. Komponen penyusun minyak melati yang terbaca adalah linalool l dan indole dengan % area 0,68% dan 1,16%.
          Pada metode Ekstraksi pelarut menguap komponen yang terdapat pada minyak atsiri melati dari identifikasi melalui gas cromatografi dan spektrometri massa (GCMS) terdapat 24 komponen. Komponen yang memiliki % area terbesar pada minyak atsiri melati adalah Hexacosane. Komponen penyusun minyak melati yang terbaca adalah linalool l dengan % area 0,35%. Kandungan benzyl acetat yang merupakan komponen terbesar penyusun minyak melati tidak terbaca dalam hasil penelitian dari kedua metode. Hal ini dapat disebabkan karena GC-MS yang digunakan memiliki sensitivitas dan spesifitas yang tidak terlalu tinggi sehingga hanya beberapa komponen saja yang dapat diterjemahkan sesuai dengan grafik standar yang dimiliki sehingga ada beberapa puncak yang sebenarnya termasuk ke dalam komponen minyak melati tetapi tidak terdeteksi.
BAB III. PENUTUP
IV. KESIMPULAN
1. Metode enfleurasi memberikan rendemen yang lebih tinggi dibanding ekstraksi pelarut menguap, namun aroma yang paling mendekati aroma bunga melati adalah metode ekstraksi pelarut menguap.
2. Rendemen minyak melati paling tinggi dihasilkan oleh metode enfleurasi yaitu pada variabel 30% mp: 70% mk yaitu 0,416%. Pada metode ekstraksi pelarut menguap concrete yang dihasilkan 0,320% denga pelarut n-heksan.
Pelarut etanol pada metote ekstraski pelarut menguap tidak dapat digunakan sebagai solvent untuk mengekstrak bunga melati karena menyebabkan terekstraknya gum atau resin serta melarutkan air.
3. Aroma yang dihasilkan metode ekstraksi dengan pelarut menguap lebih menyengat dan dihasilkan bau yang lebih enak dibandingkan dengan aroma yang dihasilkan dari metode enfleurasi. Hal ini disebabkan karena pada metode enfleurasi menggunakan adsorben lemak sebagai media penyerap minyak, sedangkan pada metode ekstraksi dengan pelarut menguap terjadi kontak secara langsung antara bahan baku dengan solvent.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Guenther, Ernest. 1987, Minyak Atsiri Jilid I. Penerjemah Ketaren S. Universitas Indonesia Press: Jakarta.
[2] Harry, S. W. 2000, “Jalan Penyembuhan Bernama Aroma Terapi”. Trubus No. 364. (XXXI).
[3] Heyne, K. 1987, “Tumbuhan berguna Indonesia Jilid III”. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Dep. Kehutanan: Jakarta.
[4] Huda, Muhammad Nurul. 2010, “Pengambilan minyak Bunga Melati Dengan Metode Enfleurasi Menggunakan Lemak Sapi-Kambing-Ayam”. Laporan Skripsi Teknik Kimia: Universitas Negeri Semarang
[5] Ketaren,S. 1985, “Pengantar Teknologi Minyak Atsiri”. Balai Pustaka: Jakarta
[6] Kurniawan, Kelik, Nindya H, dkk. 2011, “Pengaruh Campuran Lemak Sapi dan Margarin Serta Jenis Pelarut Dalam Proses Ekstraksi Minyak Melati Menggunakan Sistem Enfleurasi”. Laporan Penelitian. Universitas Brawijaya Malang
[7] Sastrohamidjojo, H. 2004, “Kimia Minyak Atsiri”. Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta
[8] Setyopratomo, Puguh. 2001, “Kajian Awal Proses Ekstraksi Minyak Bunga Melati (jasminum sambac) Dengan Metode Enfleurasi”. Tesis Teknik Kimia: Institut Teknologi Bandung
[9] Soepardi, R. 1964, “Apotik Hijau Tumbuhan Obat- Obatan”. Purna Warna: Surakarta
[10] S.Prabawati, Suyanti, dkk. 2002, “Perbaikan cara ekstraksi Untuk Meningkatkan Rendemen Minyak Bunga Melati Gambir Skala Pilot”. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian: Jakarta
[11] Wahyuni dan Made. 1998, “Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat Guna”. Cv Akademika Pressindo: Jakarta

[12] Winarno, F.G. 1991, “Kimia Pangan dan Gizi”. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar